“ChatGPT Bikin Ketagihan? Ini Risiko yang Harus Kamu Ketahui!”

“ChatGPT Bikin Ketagihan? Ini Risiko yang Harus Kamu Ketahui!”

--makassar.tribunnews.com

ACEH.DISWAY.ID - Kehadiran kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT membawa perubahan besar dalam cara manusia bekerja, belajar, dan berkomunikasi. Namun di balik kemudahan tersebut, muncul fenomena baru yang perlu diwaspadai: kecanduan ChatGPT. Banyak pengguna mulai bergantung secara berlebihan pada chatbot ini hingga berdampak negatif pada kesehatan mental, kreativitas, dan produktivitas mereka.

Ketergantungan Digital yang Tidak Disadari

Psikolog digital menyebut kecanduan ChatGPT sebagai bentuk ketergantungan teknologi modern. Pengguna merasa harus terus berinteraksi dengan AI untuk mencari ide, jawaban, atau bahkan sekadar teman bicara. Hal ini lambat laun bisa menggeser kemampuan berpikir kritis dan kemandirian seseorang.

“Pengguna yang terlalu sering bergantung pada chatbot berisiko kehilangan kemampuan reflektif dan daya analisis pribadi,” ujar psikolog teknologi, Dr. Rani Lestari. Ia menambahkan, penggunaan berlebihan juga dapat menciptakan ilusi kecerdasan instan yang membuat seseorang malas melakukan riset atau berpikir mendalam.

Gangguan Pola Tidur dan kesehatan mental

Salah satu efek negatif yang mulai sering dilaporkan adalah gangguan pola tidur. Banyak pengguna mengaku menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbincang dengan ChatGPT hingga larut malam. Aktivitas ini tidak hanya memengaruhi kualitas tidur, tetapi juga memicu stres dan kelelahan mental.

Selain itu, beberapa pengguna mengalami penurunan rasa percaya diri. Ketika semua ide dan jawaban terasa lebih mudah didapatkan dari AI, sebagian mulai meragukan kemampuan mereka sendiri. “Ada gejala kehilangan rasa percaya diri dan munculnya rasa tidak mampu tanpa bantuan ChatGPT,” tambah Dr. Rani.

Menurunnya Kreativitas dan Inisiatif

Dampak lain yang tak kalah penting adalah menurunnya daya kreatif. ChatGPT memang mampu menghasilkan ide dalam hitungan detik, tetapi jika digunakan secara berlebihan, manusia cenderung menjadi pasif dan hanya mengandalkan hasil dari mesin. Padahal, kreativitas sejati tumbuh dari proses berpikir, mencoba, dan berbuat salah.

Peneliti komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Arief Nugroho, mengatakan bahwa penggunaan AI seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti proses berpikir manusia. “AI seperti ChatGPT idealnya digunakan sebagai pendukung, bukan sumber utama dalam pengambilan keputusan atau penciptaan karya,” jelasnya.

Bijak Menggunakan Teknologi AI

Para ahli sepakat, ChatGPT bukanlah musuh, melainkan alat yang harus digunakan secara bijak. Batasi waktu penggunaan, hindari menjadikannya sumber validasi diri, dan tetap latih kemampuan berpikir mandiri.

“Teknologi seharusnya memperkuat manusia, bukan membuatnya kehilangan jati diri,” tutup Dr. Rani.

 

Sumber: