Perempuan, Kepemimpinan, dan Amanah di Ruang Akademik Islam

Perempuan, Kepemimpinan, dan Amanah di Ruang Akademik Islam

Di sinilah perempuan pemimpin memiliki potensi besar untuk mengintegrasikan keduanya. 

Dengan pendekatan keilmuan yang reflektif dan kepekaan moral yang tinggi, perempuan dapat menjadi figur transformasional yang membangun iklim akademik berkeadilan.

Setiap kebijakan, setiap ruang diskusi, sejatinya adalah bentuk ibadah intelektual dan di sanalah perempuan dapat berperan sebagai penjaga nurani kelembagaan. 

Kepemimpinan perempuan yang berperspektif integratif mampu menjembatani dikotomi antara ilmu agama dan ilmu sosial.

Misalnya, dalam konteks kebijakan kampus yang berwawasan lingkungan atau kesejahteraan sosial, perempuan sering membawa sensibilitas etis dan empatik yang lebih tajam terhadap keseimbangan alam dan kebutuhan masyarakat kecil.

Selain itu, dalam konteks reformasi kelembagaan dan kebijakan kampus responsif gender, kepemimpinan perempuan di PTKIN semakin dipahami sebagai pendorong transparansi dan akuntabilitas. 

Penelitian terkini Why Does Women’s Underrepresentation Transpire in the Leadership of Indonesian State Islamic Universities? oleh Zainal Abidin dkk. (2023) menegaskan bahwa salah satu akar masalah masih terletak pada budaya patriarki dan persepsi keagamaan yang bias gender.

Penelitian lain seperti Women Leadership Model in Islamic Religious College (PTKIN) in Implementing Gender-Responsive Program Policies (2024) juga menegaskan bahwa rektor perempuan di beberapa PTKIN menggunakan gaya kepemimpinan transformasional-demokratis, mendorong partisipasi, dan mengubah pola birokrasi yang kaku menjadi lebih inklusif dan terbuka. 

Sementara itu, Transforming Women’s Leadership in Improving Service Quality in Islamic Boarding Schools (2025) menunjukkan bahwa perempuan yang memimpin dengan empati dan inovasi berhasil meningkatkan mutu kelembagaan dan kepercayaan komunitas akademik.

Dengan kata lain, hadirnya perempuan di ruang akademik Islam tidak hanya memperkaya keberagaman, tetapi juga menghidupkan kembali nilai dasar Islam yang humanis dan progresif.

Ruang akademik menjadi laboratorium sosial untuk menegakkan prinsip musyawarah, keadilan, dan rahmatan lil ‘alamin. 

Dan karya-karya empiris seperti yang dilakukan Fitri menjadi bukti bahwa kepemimpinan perempuan di ruang akademik Islam bukan sekadar wacana, melainkan gerak nyata menuju perubahan yang berbasis nilai dan keberkahan.

Penutup: Dari Amanah Menuju Transformasi

Kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi Islam bukan sekadar isu representasi gender, tetapi refleksi dari sejauh mana nilai-nilai Islam diterapkan dalam praktik kelembagaan. 

Amanah dan keadilan yang menjadi pilar ajaran Islam seharusnya diwujudkan dalam peluang yang setara bagi setiap individu yang memiliki kapasitas dan integritas, tanpa memandang jenis kelamin.

Sumber: