Quiet Quitting: Antara Menjaga Mental dan Menolak Ekspektasi Berlebihan

Quiet Quitting: Antara Menjaga Mental dan Menolak Ekspektasi Berlebihan

--kompasiana.com

ACEH.DISWAY.ID - Fenomena quiet quitting kembali menjadi sorotan setelah banyak pekerja muda dilaporkan memilih bekerja “secukupnya” tanpa ambisi berlebihan seperti generasi sebelumnya. Tren ini tidak hanya muncul di perusahaan besar, tetapi juga merambah sektor kreatif, startup, hingga industri layanan.

Para pengamat dunia kerja menyebut quiet quitting sebagai sinyal perubahan pola pikir generasi muda terkait keseimbangan hidup. “Pekerja muda sekarang lebih memprioritaskan kesehatan mental dan batasan kerja yang jelas. Mereka tidak ingin terjebak dalam budaya kerja berlebihan,” ujar seorang konsultan karier.

Apa Itu Quiet Quitting?

Quiet quitting bukan berarti berhenti kerja secara diam-diam. Istilah ini merujuk pada sikap pekerja yang memilih untuk hanya memenuhi tanggung jawab dasar sesuai deskripsi pekerjaan, tanpa melakukan tugas tambahan di luar jam kerja atau melampaui kapasitas normal.

Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap burnout, tekanan pekerjaan, dan ketidakjelasan jenjang karier. Secara sederhana, quiet quitting adalah bentuk penegasan batasan antara kehidupan profesional dan pribadi.

Pola Kerja Baru di Kalangan Generasi Muda

Menurut sejumlah survei global, pekerja muda cenderung lebih kritis dalam memilih pekerjaan. Mereka menilai kepuasan emosional, fleksibilitas, dan lingkungan kerja yang sehat sebagai faktor utama bertahan di sebuah perusahaan.

“Generasi sekarang tidak menolak bekerja keras. Mereka hanya menolak ekspektasi tidak realistis dan budaya lembur yang tidak dihargai,” kata seorang pengamat dunia kerja.

Dampaknya pada Perusahaan

Fenomena quiet quitting membawa dua sisi. Di satu sisi, perusahaan dapat melihatnya sebagai tanda bahwa pekerja membutuhkan sistem kerja yang lebih adil, komunikasi yang lebih terbuka, serta penghargaan yang lebih jelas terhadap kinerja.

Namun di sisi lain, jika tidak diatasi, produktivitas tim bisa terganggu. Lingkungan kerja dengan ekspektasi yang tidak tersampaikan dengan baik berpotensi memunculkan ketidakpuasan dan turn-over yang tinggi.

Peran Manajemen dalam Menghadapi Tren Ini

Beberapa perusahaan mulai mengadopsi pendekatan baru untuk mencegah quiet quitting. Di antaranya:

  • menetapkan beban kerja yang proporsional
  • memberikan ruang dialog antara atasan dan karyawan
  • memperjelas jalur karier
  • menyediakan dukungan untuk kesehatan mental
  • menerapkan kebijakan kerja fleksibel

Pendekatan ini dinilai dapat mengurangi potensi pekerja merasa tertekan dan membangun rasa keterlibatan yang lebih kuat.

BACA JUGA:Bupati Tanggamus Terima Delegasi Pertukaran Mahasiswa Universitas Malahayati dan Universiti Putra Malaysia

Quiet Quitting: Tren Sesaat atau Perubahan Jangka Panjang?

Sejumlah analis menilai fenomena ini bukan sekadar tren viral. Kesadaran anak muda terhadap batasan kerja dan pentingnya hidup seimbang kemungkinan besar akan membentuk budaya kerja baru di masa depan.

Pakar manajemen sumber daya manusia juga menegaskan bahwa perubahan ini dapat membawa dampak positif jika dilihat sebagai momentum untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan manusiawi.

Sumber: