Tak disangka, belum sempat mahasiswa memulai orasi, sekelompok pria berbadan tegap tanpa simbol akademis melakukan penyerangan.
“Kami hanya ingin aksi damai, memperjuangkan hak kami sebagai mahasiswa. Tapi begitu kami datang, langsung disambut batu dan kayu. Ini bukan negara hukum kalau kampus bisa dikuasai preman,” ungkap Fikri, salah satu koordinator lapangan.
Sejumlah mahasiswa mengenakan almamater kampus dikabarkan terluka dan beberapa dilarikan ke rumah sakit.
Kericuhan di Kampus Unaya Aceh memicu kemarahan orangtua mahasiswa yang turut mengecam tindakan brutal dan tidak manusiawi tersebut. Mereka meminta aparat penegak hukum tidak tinggal diam.
“Ini bukan konflik internal, ini sudah kriminal! Kampus bukan tempat premanisme. Polisi harus bertindak sebelum ada korban jiwa!” tegas salah satu wali mahasiswa.
Peristiwa ini juga diperparah oleh beredarnya tangkapan layar percakapan WhatsApp yang diduga kuat menunjukkan keterlibatan salah satu tokoh dalam upaya pengorganisasian kelompok preman.
Mahasiswa, dosen, dan orang tua menuntut agar Kementerian Pendidikan dan aparat hukum turun langsung menyelidiki insiden ini, mengembalikan kampus sebagai tempat belajar yang aman, bukan arena kekerasan.