ACEH.D ISWAY.ID - Perdebatan soal mana yang lebih berbahaya antara rokok biasa dan rokok elektrik (sering disebut rokok matic) kembali mencuat seiring meningkatnya jumlah pengguna keduanya di Indonesia. Meski rokok elektrik kerap dipromosikan sebagai alternatif yang “lebih aman”, sejumlah pakar kesehatan menegaskan bahwa kedua produk tersebut tetap membawa risiko serius bagi tubuh.
Rokok konvensional sudah lama dikenal sebagai sumber utama paparan tar dan ribuan zat kimia berbahaya lainnya. Proses pembakaran tembakau menghasilkan racun yang dapat merusak organ vital, mulai dari paru-paru, jantung, hingga sistem pembuluh darah. “Pembakaran adalah sumber bahaya terbesar pada rokok biasa karena menghasilkan tar dan karbon monoksida,” ujar seorang pakar kesehatan paru. Di sisi lain, rokok elektrik memang tidak menghasilkan tar karena tidak melalui proses pembakaran. Namun, cairan vape (liquid) mengandung nikotin serta bahan kimia lain seperti propilen glikol dan gliserin yang berpotensi memicu gangguan pernapasan jika digunakan jangka panjang. Beberapa penelitian juga menemukan adanya kandungan logam berat dari alat pemanas yang dapat terhirup pengguna. Banyak pengguna rokok elektrik atau vape percaya bahwa kebiasaan mereka lebih "bersih" dan kurang berisiko dibandingkan merokok tembakau. Namun, benarkah anggapan ini? Mari kita telusuri berdasarkan penjelasan pakar. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K) dari PDPI, mematahkan anggapan tersebut. Menurutnya, istilah "lebih aman" tidak tepat untuk menggambarkan rokok elektrik. "Kita tidak pernah mengatakan rokok elektrik lebih aman dari rokok konvensional. Yang benar adalah, rokok elektrik juga berbahaya karena mengandung zat-zat karsinogen," ujar Dr. Agus. Apa Saja Kandungan Berbahaya dalam Vape? Berikut adalah beberapa kandungan kunci dalam rokok elektrik yang perlu diwaspadai:-
Nikotin: Zat adiktif yang sama seperti pada rokok biasa, menyebabkan ketergantungan.
Partikel Halus: Dapat terhirup dalam-dalam dan mengendap di paru-paru.
Bahan Kimia Lainnya: Seperti propilen glikol, gliserin, dan perasa (flavoring) yang ketika dipanaskan dapat berubah menjadi senyawa iritatif dan karsinogen.