ACEH.DISWAY.ID - Di balik kekayaan alamnya, Aceh menyimpan "emas hijau" lain yang potensial: Ekonomi Kreatif (Ekraf). Sektor yang mengandalkan ide dan talenta ini perlahan mulai bersinar, meski masih dihadapkan pada sejumlah tantangan klasik.
Potensi yang Menggiurkan Aceh memiliki bahan baku Ekraf yang melimpah. Budaya Islam yang kental, sejarah yang heroik, kekayaan alam yang memesona, dan tradisi kuliner yang unik menjadi modal utama. Produk-produk seperti desain grafis bertema Aceh, kerajinan perak, songket, serta konten wisata dan edukasi di media sosial mulai banyak dilirik. Seorang desainer grafis independen, Rizki Maulana, S.Ds, merasakan langsung peluang ini. “Permintaan untuk desain branding dengan elemen budaya Aceh semakin tinggi, baik dari dalam maupun luar provinsi. Ini menunjukkan ada pasar yang hapa akan identitas visual yang kuat dan bermakna,” tuturnya. Tantangan di Balik Peluang Namun, jalan menuju pusat Ekraf nasional masih berliku. Kendala seperti akses permodalan yang terbatas, kemampuan pemasaran digital yang belum merata, dan infrastruktur pendukung yang masih perlu ditingkatkan sering menjadi hambatan. Seorang penggiat komunitas kreatif Banda Aceh, Amelia S.E, mengungkapkan, “Banyak produk anak muda Aceh yang bagus, tetapi sering terbentur pada masalah scaling production dan distribusi. Mereka butuh pendampingan yang berkelanjutan, bukan sekadar pelatihan satu dua hari.” Kolaborasi adalah Kunci Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan kolaboratif menjadi solusi utama. Pemerintah dituntut untuk tidak hanya menjadi regulator, tetapi juga fasilitator yang mampu menciptakan iklim usaha yang sehat. Seorang ekonom dari universitas lokal, Dr. Ahmad Yunus, M.Si, menambahkan, “Ekraf Aceh akan tumbuh pesat jika ada sinergi triple helix antara pemerintah, akademisi, dan bisnis. Inovasi dari kampus, difasilitasi pemerintah, dan diimplementasikan oleh pelaku usaha. Model inilah yang akan membuat Ekraf Aceh berdaya saing.”
Kategori :